Puncak Musim Panas: Fenomena Solstis pada 21 Juni 2025

Share
  • 19 Juni 2025

HYPEVOX – Pada 21 Juni 2025 mendatang, Bumi akan menikmati fenomena menarik yang dikenal sebagai summer solstice atau titik balik matahari, saat hari terpanjang dalam setahun terjadi di Belahan Bumi Utara.

Kejadian ini muncul akibat kemiringan salah satu kutub Bumi yang paling mendekati matahari, memberikan sinar matahari lebih banyak ke wilayah utara.

Apa Itu Solstis?

Solstis atau titik balik matahari merupakan peristiwa yang menandai awal musim panas dan terjadi dua kali dalam setahun. Di Belahan Bumi Utara, titik balik matahari musim panas jatuh pada 21 Juni, sedangkan Belahan Bumi Selatan mengalami hal yang sama pada 21 Desember.

Menurut NASA, fenomena ini berlangsung saat salah satu kutub Bumi miring ke arah matahari dengan sudut maksimum. Hal ini memungkinkan hari tersebut menjadi yang terpanjang di tahun bagi penduduk belahan utara.

Ketika mencapai solstis musim panas, kemiringan Bumi membawa titik paling utara lebih dekat ke matahari, sehingga wilayah tersebut menerima lebih banyak sinar matahari dibandingkan waktu lainnya.

Pentingnya Solstis dalam Budaya

Meski di Indonesia fenomena ini tidak dirayakan, berbagai budaya di seluruh dunia merayakannya dengan beragam tradisi dan festival. Beberapa wilayah bahkan menyebut peristiwa ini sebagai Midsummer.

Old Farmer’s Almanac menjelaskan bahwa meski titik balik matahari berlangsung hanya sebentar, dampaknya bagi kehidupan sehari-hari sangat besar, terutama di negara-negara yang merayakannya.

Perayaan ini biasanya diisi dengan kegiatan luar ruangan dan festival yang merayakan kedatangan musim panas, menjadi momen penting bagi masyarakat yang mengadopsinya.

Faktor Penyebab Solstis

Fenomena solstis disebabkan oleh kemiringan Bumi yang berputar sekitar 23,5 derajat pada porosnya yang menyebabkan pergeseran akses cahaya matahari antara Belahan Bumi Utara dan Selatan sepanjang tahun.

Saat mencapai titik balik matahari, matahari terbit dan terbenam di posisi paling utara di cakrawala dan berada tepat di atas kepala saat siang hari.

Kemiringan Bumi inilah yang menciptakan perbedaan musim, yang turut memengaruhi pola cuaca dan kehidupan di beragam belahan dunia.