Penundaan Tarif Impor AS: Harapan Baru bagi Ekonomi Indonesia

Share
  • 14 Juli 2025

HYPEVOX – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, baru-baru ini mengumumkan penundaan penerapan tarif impor sebesar 32% yang diterapkan oleh Amerika Serikat terhadap Indonesia.

Keputusan ini memberikan harapan baru bagi pelaku ekonomi domestik dalam menghadapi situasi perdagangan internasional yang selalu berubah.

Detail Kebijakan Tarif Impor

Dalam konferensi pers di Brussels, Belgia pada 12 Juli 2025, Airlangga memaparkan bahwa penundaan ini berarti tidak ada tambahan tarif 10% yang akan berlaku setelah Indonesia resmi bergabung dengan BRICS.

“Jadi pertama tambahan 10% (karena Indonesia gabung BRICS) itu tidak ada. Yang kedua waktunya adalah kita sebut pause. Jadi penundaan penerapan untuk menyelesaikan perundingan yang sudah ada,” tambahnya.

Keputusan penundaan ini muncul setelah Airlangga melakukan kunjungan ke Washington, D.C., di mana dia bernegosiasi dengan pihak berwenang AS terkait tarif yang berdampak pada perdagangan Indonesia.

Negosiasi dan Pertemuan Penting

Airlangga menegaskan pentingnya proses negosiasi dengan pihak AS, termasuk pertemuan dengan Howard Lutnick, Sekretaris Perdagangan AS, dan Jamieson Greer, Perwakilan Perdagangan AS.

“Itu menyepakati bahwa apa yang diusulkan oleh Indonesia berproses lanjutan. Jadi tiga minggu ini diharapkan finalisasi daripada fine tuning dari para proposal, dari pada apa yang sudah dipertukarkan,” ungkap Airlangga.

Proses negosiasi ini menjadi sangat penting karena menentukan arah kebijakan tarif yang dapat mengubah lanskap ekspor dan impor Indonesia di pasar internasional.

Dampak Penundaan Pada Ekonomi Indonesia

Dengan penundaan tarif impor ini, Indonesia diharapkan dapat lebih baik menghadapi tantangan dalam perdagangan global, terutama terkait hubungan dagang dengan AS.

Langkah ini dianggap positif, memberikan ruang bagi kedua negara untuk merampungkan perundingan secara lebih komprehensif.

Para pelaku industri juga merasakan kelegaan, mengingat kekhawatiran tentang kemungkinan dampak negatif akibat kenaikan tarif mendadak.