HYPEVOX – Sebuah studi terbaru mengungkapkan bahwa aktivitas manusia telah menciptakan musim baru di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Fenomena ini menimbulkan banyak pertanyaan tentang dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh tindakan manusia.
Peneliti Felicia Liu dari Universitas York menjelaskan bagaimana munculnya ‘musim kabut asap’ dan ‘musim sampah’ mengancam ekosistem global. Ini adalah sebuah peringatan tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup kita.
Musim Baru yang Diciptakan Manusia
Penelitian oleh Felicia Liu mengidentifikasi munculnya ‘musim kabut asap’ di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia. Fenomena ini terjadi ketika asap menyelimuti langit selama beberapa minggu akibat pembakaran vegetasi untuk membuka lahan.
Sementara itu, musim sampah menjadi masalah serius yang dihadapi pantai Bali, di mana plastik terakumulasi antara bulan November hingga Maret. Hal ini berdampak negatif terhadap lingkungan dan pariwisata, menciptakan masalah visual yang merugikan.
Konsentrasi polusi dan sampah menambah ancaman terhadap keselamatan ekosistem laut, dengan risiko banjir, pengurangan biodiversitas, dan dampak ekonomi yang mengintai sektor pariwisata. Ini menunjukkan betapa mendesaknya kita untuk memperhatikan dampak dari aktivitas manusia.
Musim yang Hilang dan Dampaknya
Studi menunjukkan bahwa beberapa musim tradisional telah hilang, memicu perubahan besar dalam ekosistem. Contohnya, perilaku migrasi hewan terganggu, sehingga mengurangi jumlah burung laut yang mengalami perubahan waktu kawin.
Felicia Liu mengungkapkan bahwa ‘Bumi dan musim-musimnya kini seakan memiliki ritme baru’ akibat perubahan iklim. Hal ini menyebabkan siklus cuaca ekstrem yang memicu bencana alam dan stres bagi populasi yang tergantung pada pola cuaca musiman.
Di Thailand, misalnya, kegiatan manusia seperti pembangunan bendungan telah memengaruhi pasokan air dan pangan, mengganggu ekosistem yang vital bagi kehidupan masyarakat dan petani.
Pola Musim yang Tidak Terduga
Perubahan pola musim kini menyebabkan kesulitan dalam memprediksi waktu terjadinya peristiwa alam. Liu dan rekannya Thomas Smith menyebutkan istilah baru ‘musim aritmia’ untuk menggambarkan ritme abnormal dalam pola musiman yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia.
Kondisi ini mengganggu keseimbangan ekologis yang selama ini menjadi panduan bagi masyarakat. Aliran sungai yang seharusnya menjadi rujukan bagi nelayan dan petani kini tidak lagi dapat diandalkan.
Dengan meningkatnya panjang musim panas dan perubahan curah hujan, para petani dihadapkan pada ketidakpastian terhadap hasil panen mereka. Ini merupakan tantangan yang membutuhkan perhatian serius dari pemerintah dan otoritas terkait.