HYPEVOX – Nama Misri Puspita Sari mendadak mencuat setelah terjadi kematian Brigadir Muhammad Nurhadi di Gili Trawangan. Kini, perempuan muda asal Banjarmasin ini terjerat dalam pusaran hukum yang rumit.
Dari sekadar pendamping liburan, Misri justru dituduh lalai hingga menyebabkan kematian. Sebuah keputusan untuk berlibur pun mengubah masa depan cerahnya menjadi gelap.
Profil dan Motivasi Misri Puspita Sari
Misri Puspita Sari adalah seorang wanita berusia 24 tahun, berasal dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Ketika tragedi ini terjadi, ia sedang berada di Bali dan menerima tawaran untuk berlibur di Gili Trawangan.
Sehari-hari, Misri bukanlah sosok publik dan tidak memiliki catatan kriminal. Hidupnya berubah total setelah diajak berlibur oleh Kompol I Made Yogi Purusa Utama, seorang perwira polisi yang mengenalnya via media sosial.
Yogi menawarkan Misri Rp10 juta untuk menemaninya berlibur, sebuah ajakan yang tampak menyenangkan tanpa menyadari konsekuensi hukum yang akan menyertainya. Ketidaktahuan ini menjadi titik awal dari perjalanan tragisnya.
Kronologi Kejadian di Gili Trawangan
Setelah tiba di Lombok pada 16 April 2025, Misri dijemput oleh Brigadir Nurhadi. Ia tidak tahu bahwa hari itu akan mengubah hidupnya selamanya saat ia dan rombongan berkumpul di sebuah vila.
Di vila tersebut, terungkap bahwa mereka mengonsumsi narkotika, alkohol, dan obat penenang. Dalam keadaan mabuk, situasi menjadi semakin kacau, dan Misri melihat Nurhadi mendekati wanita lain.
Setelah mengabadikan momen Nurhadi yang sendirian di kolam, ia masuk ke dalam kamar. Ketika keluar sekitar pukul 21.00 Wita, Misri mendapati Nurhadi tergeletak tak bernyawa di dasar kolam, sebuah pemandangan yang jelas mengguncang hidupnya.
Status Hukum Misri dan Respons Tim Hukum
Setelah kejadian tragis tersebut, Misri panik dan terjerat dalam surat ketetapan yang menjadikannya sebagai tersangka. Dalam dokumen itu, ia dianggap turut serta atau lalai hingga menyebabkan kematian.
Dibela oleh tim penasihat hukum dari Aliansi Reformasi Polri untuk Masyarakat NTB, para pengacara Misri menilai status hukum yang dituduhkan padanya berlebihan dan berpotensi melanggar hak asasi manusia.
Tim hukum berargumen bahwa Misri hanyalah seorang warga sipil yang diminta menemani tanpa ada peran aktif dalam peristiwa tersebut. Kasus ini menyoroti bagaimana kehidupan seseorang bisa berubah dalam sekejab.