KPK Tanggapi Permohonan Amnesti Eks Wamenaker Immanuel Ebenezer

Share
  • 25 Agustus 2025

HYPEVOX – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons permohonan amnesti yang diajukan oleh Immanuel Ebenezer, mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan yang kini berstatus sebagai tersangka dalam kasus pemerasan sertifikat K3.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan pentingnya menjalani proses hukum daripada mengajukan permohonan amnesti.

KPK Menetapkan Immanuel Ebenezer Sebagai Tersangka

Immanuel Ebenezer, lebih dikenal sebagai Noel, bersama sepuluh orang lainnya resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus pemerasan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan.

Penetapan ini dilakukan setelah operasi tangkap tangan yang sukses dilaksanakan pada Jumat, 22 Agustus 2025, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Menurut Ketua KPK, Setyo Budiyanto, sebelas tersangka dalam kasus ini dijerat dengan Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001.

Proses Hukum dan Tanggapan KPK

Budi Prasetyo mengungkapkan bahwa proses hukum yang akan dilalui oleh tersangka akan cukup panjang, meliputi penyidikan, penuntutan, dan persidangan.

Ia menjelaskan, “Kita ikuti saja dulu proses penyidikannya. Ini kan masih panjang, karena ini baru dilakukan kegiatan tangkap tangan.”

Budi juga menyarankan Noel untuk tidak sembarangan mengajukan permohonan amnesti, karena amnesti merupakan hak prerogatif presiden yang harus diperhatikan.

Permintaan Amnesti yang Tak Dibahas Presiden

Noel, saat keluar dari mobil tahanan KPK, mengungkapkan harapannya untuk mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo Subianto dengan ungkapan, “Semoga saya mendapat amnesti Presiden Prabowo.”

Namun, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa sampai saat ini, tidak ada pembahasan antara Presiden dan Kementerian Hukum mengenai permohonan amnesti tersebut.

Hal senada pun disampaikan oleh Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, yang menekankan bahwa Presiden tidak akan membela pegawai negeri yang terlibat dalam kasus korupsi.