HYPEVOX – Militer Thailand menuduh Kamboja melanggar perjanjian gencatan senjata yang seharusnya berlaku sejak 28 Juli 2025. Meskipun telah ada kesepakatan, pertikaian di sepanjang perbatasan masih terus berlanjut.
Pertikaian yang Berkepanjangan
Sengketa antara Thailand dan Kamboja sudah berlangsung lama, menyoroti wilayah perbatasan yang melibatkan sejumlah kuil kuno. Baku tembak terbaru dimulai sejak Kamis lalu, memperburuk hubungan diplomatik kedua negara yang menjadi anggota ASEAN.
Wakil Juru Bicara Militer Thailand, Ritcha Suksuwanon, mengungkapkan bahwa gangguan dari pihak Kamboja menjadi faktor utama baku tembak. Ia menyatakan, “Setelah gencatan senjata diumumkan, gangguan dilaporkan di wilayah Phu Makua yang disebabkan oleh pihak Kamboja, yang menyebabkan baku tembak antara kedua belah pihak yang berlanjut hingga pagi hari.”
Gencatan Senjata di Bawah Ancaman
Meskipun ada perjanjian gencatan senjata yang difasilitasi oleh Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, situasi di lapangan tetap tidak kondusif. Anwar mengungkapkan, “Baik Kamboja maupun Thailand mencapai kesepahaman bersama sebagai berikut. Pertama, gencatan senjata segera dan tanpa syarat yang berlaku mulai 24 jam waktu setempat, tengah malam tanggal 28 Juli 2025, malam ini.”
Namun, kenyataannya menunjukkan bahwa baku tembak tetap terjadi di wilayah Sam Taet hingga pukul 05.30 pagi, mengindikasikan ketegangan yang tak kunjung reda. Banyak pihak berspekulasi bahwa tanpa langkah diplomatik konkret, situasi ini bisa semakin parah.
Dampak Kemanusiaan dari Pertikaian
Lebih dari 30 orang telah dilaporkan tewas akibat pertempuran ini, menimbulkan krisis kemanusiaan yang mendesak. Banyak warga yang terpaksa meninggalkan rumah mereka karena ketidakpastian dan ketakutan akan serangan yang berlanjut.
Akibat bentrokan yang terus berlangsung, aktivitas ekonomi dan sosial di kedua negara juga terganggu. Hal ini menarik perhatian komunitas internasional untuk segera mencari solusi damai yang berkelanjutan.