Gubernur Dedi Mulyadi Serukan Pentingnya Naskah Tradisional dalam Pembangunan Jawa Barat

Share
  • 20 Agustus 2025

HYPEVOX – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menggarisbawahi peran penting naskah Sanghyang Kandang Karesian sebagai pedoman dalam pembangunan provinsi tersebut. Pernyataan ini disampaikan saat merayakan HUT ke-80 Provinsi Jawa Barat di Bandung, Selasa (19/8/2025).

Dedi menegaskan bahwa tanpa mengintegrasikan nilai-nilai tradisional, kemajuan pembangunan tak akan tercapai, menjadikan konteks kebudayaan sebagai pilar utama bagi keberlanjutan masyarakat.

Nilai Tradisional Sebagai Pondasi Pembangunan

Dedi Mulyadi berpendapat bahwa kemajuan sebuah bangsa tak lepas dari penghormatan terhadap konstitusi dan tradisi yang ada. “Tidak ada satupun bangsa di dunia ini yang mencapai kemajuan dalam pembangunan bangsanya kecuali yang terikat pada konstitusi bangsanya,” ujarnya.

Dia menambahkan bahwa pembangunan bukan hanya soal teknis, tetapi juga tentang keselarasan manusia dengan alam. “Pembangunan adalah keselarasan manusia dengan alamnya, dengan tanah, air, dan udara,” tegasnya.

KDM, sapaan akrab Dedi, merujuk pada naskah Sanghyang Siksa Kandang yang memberikan inspirasi bagi masyarakat untuk mengembangkan tata ruang dan kehidupan yang lebih baik. Menurutnya, jika nilai-nilai tersebut diterapkan, maka akan ada perubahan positif dalam kehidupan masyarakat.

Meskipun telah 80 tahun berdiri, Dedi merasa cita-cita pembangunan dalam naskah tersebut belum sepenuhnya terwujud. “Selama 80 tahun Jawa Barat terbangun, cita-cita dan penuntun dalam naskah tersebut tidak terealisasi,” katanya.

Pengelolaan Sumber Daya dan Empati Publik

Melalui acara tersebut, Dedi menjelaskan tentang bab-bab dalam naskah yang mendeskripsikan pengelolaan sumber daya alam yang baik. Salah satu contohnya terdapat dalam bab Tarumanagara yang menunjukkan cara pemerintahan masa lalu mengelola sumber daya sungai demi kemanfaatan masyarakat.

Dedi menyoroti pentingnya nilai empati publik dalam bab Galuh Pakuan, yang menggambarkan heroisme masyarakat dalam mempertahankan keadilan. “Kawasan Selatan Jabar dibangun dalam kekuatan empatik publik,” jelasnya.

Lebih lanjut, Dedi menguraikan tentang bab Pakuan Pajajaran yang mencakup pembentukan struktur sosial melalui tiga pilar utama. “Negara dibentuk dalam tiga pilar yakni Karamaan, Karesian, dan Karatuan/Kaprabuan hingga menciptakan negara yang gemah ripah lohjinawi,” tambahnya.

Dia pun berharap nilai baru syariah yang terdapat dalam bab Cirebon dan Sumedang Larang dapat berintegrasi dengan tradisi lokal masyarakat. “Maka cipta rasa adalah menyempurnakan rasa yang dimiliki oleh orang Sunda,” ungkap Dedi.

Koreksi Diri dan Menghadapi Tantangan Masa Depan

Di tengah pesan positif itu, Dedi juga mengingatkan bahwa generasi muda kini cenderung melupakan banyak nilai-nilai tradisional. Ia mencatat bahwa akademik saat ini sering kali mengabaikan catatan masa lalu demi terfokus pada narasi politik.

“Semua orang bicara anggaran. Semua orang bicara keuangan. Dia lupa bahwa di balik anggaran ada rasa dan cinta yang bisa mengadakan yang ada, mentiadakan yang tiada,” jelasnya.

Dedi menekankan kepada semua pihak untuk kembali kepada akar budaya dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan serta seimbang. “Kerangka (pesan leluhur) itu adalah koreksi diri. Kerangka ini harus dibangun, karena kita bertugas mengemban amanah,” ujarnya.

Terakhir, ia menegaskan pentingnya memahami peristiwa alam dalam konteks pembangunan. “Seluruh titah dari Allah. Harus kita pahami apa yang kita lihat dalam rangkaian peristiwa alam,” pungkas Dedi.