HYPEVOX – Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, memberikan klarifikasi mengenai kontroversi pembayaran royalti lagu dan musik di restoran yang viral di media sosial. Ia mengungkapkan bahwa DPR telah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum terkait regulasi pengelolaan royalti di Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Dasco menjelaskan bahwa telah dibentuk formasi baru LMKN untuk menangani isu royalti, terutama yang berkaitan dengan layanan publik bersifat komersial. Tujuan dari revisi Undang-Undang Hak Cipta adalah untuk mengurangi beban pada restoran dan tempat hiburan lainnya.
Pembentukan Formasi Baru LMKN untuk Pengelolaan Royalti
Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan bahwa DPR dan Kementerian Hukum telah melakukan evaluasi terhadap manajemen royalti yang menjadi fokus dalam revisi Undang-Undang Hak Cipta. “Kemarin sudah diadakan evaluasi oleh Kementerian Hukum dengan membentuk formasi baru terhadap LMKN tersebut,” ujarnya saat dihubungi.
Dalam upaya memperbaiki pengelolaan, Dasco menyertakan salinan dokumen Keputusan Menteri Hukum yang berkaitan dengan pengangkatan komisioner LMKN baru. Lembaga ini diharapkan dapat mengelola royalti dengan lebih profesional dan transparan.
Dokumen yang ditandatangani oleh Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, pada 8 Agustus 2025 merinci tugas kedua sub lembaga LMKN untuk mengelola manajemen royalti lagu dan musik di layanan publik komersial.
Pendekatan Baru untuk Penyelesaian Masalah Royalti
Dasco optimis pembentukan komisioner baru LMKN akan membantu mengatasi masalah penarikan royalti yang sering menyulitkan para pemilik usaha. “Dibuatkan peraturan menteri baru untuk mengatur supaya pengambilan royalti itu nantinya tidak memberatkan rumah makan, restoran, dan tempat hiburan lainnya,” ungkapnya.
Sebagian pemilik restoran dan kafe meluapkan ketidakpuasan atas aturan royalti sebelumnya yang dianggap memberatkan. Situasi semakin runyam dengan munculnya bukti pembayaran di media sosial yang menunjukkan adanya biaya royalti tinggi.
Banyak kafe dan restoran kini memilih untuk tidak memutar lagu Indonesia, akibat keberatan terhadap tarif royalti yang dinilai terlalu tinggi. Dasco berharap, dengan revisi Undang-Undang Hak Cipta, pengambilan royalti bisa lebih adil dan tidak membebani pemilik usaha.
Revisi UU Hak Cipta Menuju Pengelolaan yang Lebih Baik
Revisi terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta sedang dibahas oleh DPR sebagai bagian dari program legislasi nasional prioritas 2025. Dasco menegaskan bahwa substansi revisi ini meliputi pengelolaan royalti lagu dan musik.
“Sambil menunggu UU Hak Cipta nanti akan diselesaikan revisinya oleh DPR,” ungkapnya, menunjukkan komitmen untuk segera menangani isu ini. Dasco berharap regulasi yang baru akan memudahkan pengelolaan royalti tanpa membebani konsumen.
Ia menekankan pentingnya agar industri musik tetap dapat berkembang, serta pemilik hak cipta mendapatkan penghasilan yang adil tanpa ada tekanan dari beban finansial yang tidak perlu.