Ketegangan Meningkat di Timur Tengah: Ancaman Penutupan Selat Hormuz

Share
  • 23 Juni 2025

HYPEVOX – Ketegangan di Timur Tengah kembali memanas setelah Iran mengancam akan menutup Selat Hormuz, menanggapi serangan Amerika Serikat terhadap situs nuklirnya. Ancaman ini berpotensi mengganggu pasar energi global dan memberi dampak besar bagi negara-negara pengimpor minyak utama.

India: Posisi Rentan dalam Krisis Energi

Sebagai salah satu importir minyak terbesar, India sangat bergantung pada pasokan dari luar negeri, di mana sekitar 85% kebutuhan minyaknya diimpor. Lebih dari 60% pasokan minyak ini berasal dari kawasan Teluk yang melewati Selat Hormuz.

Jika Selat Hormuz ditutup, hal ini dapat menyebabkan lonjakan harga minyak domestik dan inflasi. “Jika pasokan energi terganggu bahkan hanya seminggu, sektor penerbangan dan manufaktur India bisa lumpuh,” tulis The Hindu Business Line.

Selain itu, India tidak memiliki cadangan minyak strategis yang cukup untuk bertahan dalam krisis energi lebih dari 30 hari, sehingga situasi ini bisa menjadi bencana.

China: Menyikapi Krisis Energi yang Menghantui

Sebagai negara dengan konsumsi minyak harian lebih dari 14 juta barel, China juga sangat terpengaruh oleh ancaman penutupan Selat Hormuz. Sekitar 42% pasokan minyak China bersumber dari kawasan Teluk, yang berarti krisis pasokan energi akan segera mengintai.

Laporan dari South China Morning Post menyebutkan, “Gangguan lebih dari 2 minggu dapat memaksa Beijing mengambil kebijakan ekstrem.” lonjakan harga hingga gangguan rantai pasok global menjadi kekhawatiran nyata.

Musim panas yang meningkatkan konsumsi listrik menambah beban, sementara sektor industri yang bergantung pada energi bisa terpaksa berhenti beroperasi.

Jepang: Terjebak tanpa Sumber Daya

Jepang, yang hampir sepenuhnya bergantung pada impor energi, berada dalam posisi yang sangat rentan jika Selat Hormuz ditutup. Lebih dari 90% pasokan minyaknya berasal dari Timur Tengah, dan seluruh pasokan tersebut melewati selat ini.

Potensi pemadaman listrik nasional menjadi salah satu risiko besar, sementara industri otomotif dan manufaktur terancam terganggu. “Selat Hormuz adalah nadi kehidupan ekonomi Jepang,” kata laporan dari Nikkei Asia.

Kenaikan tajam harga bahan bakar bisa memicu protes sosial dan berdampak pada perusahaan besar seperti Toyota dan Sony, yang terganggu dalam aspek logistiknya.

Dampak pada Amerika Serikat dan Negara Arab

Sementara Amerika Serikat mungkin merasakan dampak dari penutupan Selat Hormuz, tetapi efeknya tidak sebesar bagi negara-negara Asia yang sangat bergantung pada pasokan minyak. Sebagai net-exporter energi, AS memiliki cadangan minyak besar yang dapat membantu meredam lonjakan harga.

Di sisi lain, negara-negara Arab Teluk seperti Saudi Arabia dan UEA berpotensi mengalami kerugian akibat tersiangnya pendapatan dari ekspor minyak. Pendapatan mereka sangat tergantung pada penjualan minyak mentah, dan anggaran mereka terancam tergerus.

Walaupun terdapat jalur pipa alternatif seperti Petroline dari Arab Saudi dan pipa Habshan-Fujairah dari UEA, kapasitasnya jauh dari mencukupi untuk memenuhi kebutuhan ekspor normal.