HYPEVOX – Pada akhir April 2025, Firdaus Ahmad Fauzi, seorang pendaki asal Bogor, menjadi berita hangat setelah dilaporkan hilang di Gunung Binaiya, Maluku. Ia terpisah dari rombongan pada tanggal 26 April saat mendaki melalui jalur Nasapeha.
Pencarian segera dilaksanakan, namun seperti yang sering terjadi di pegunungan, kondisi yang tidak mendukung membuat segalanya menjadi lebih rumit.
Dua hari setelah dilaporkan hilang, operasi pencarian oleh Basarnas mulai dilakukan. Tim pencari melibatkan berbagai pihak, termasuk Balai Taman Nasional Manusela, namun hasil yang diharapkan sulit dicapai. Setelah tujuh hari pencarian yang melelahkan dan tidak membuahkan hasil, operasi dihentikan sesuai dengan standar operasional prosedur mereka.
Tantangan dan Cuaca Ekstrem
Selama pencarian itu, pihak Balai Taman Nasional Manusela mencatat bahwa cuaca di sekitar Gunung Binaiya sangat ekstrem. Hujan lebat dan kabut tebal menjadi bagian dari tantangan berat yang dihadapi tim SAR. Ini tentunya sangat mengganggu visibilitas dan keselamatan para petugas dan relawan yang terlibat dalam pencarian.
Setelah penghentian pencarian, cuaca tetap menjadi isu yang krusial yang menyebabkan penutupan total jalur pendakian di Gunung Binaiya. Hal ini diambil sebagai langkah preventif untuk menjaga keamanan pendaki lainnya, mengingat kondisi alam yang tidak bersahabat.
Kembali Dilanjutkan dan Ditemukan
Pencarian kemudian dilanjutkan setelah beberapa waktu dengan fokus pada jalur utama di mana Firdaus terakhir terlihat. Tim pencari berusaha maksimal untuk menemukan jejaknya di lokasi-lokasi strategis, termasuk di Kali Yahe dimana ditemukan beberapa barang miliknya seperti sepatu dan puntung rokok.
Setelah 22 hari hilang, kabar duka datang. Firdaus ditemukan tidak bernyawa tidak jauh dari jalur pendakian yang telah dicari. Semua orang terbelalak dan merasakan duka yang mendalam,
Respon Masyarakat dan Keluarga
Waktu berlalu dan masyarakat mulai memperhatikan lebih dalam tentang pencarian ini. Kesedihan memberi warna pada berita-berita yang tersebar terkait kehilangan Firdaus. Keluarga dan teman-temannya tidak berhenti berharap meski realita semakin mendesak dengan berita-berita tentang penutupan pencarian.
Keadaan ini menimbulkan banyak reaksi dari para pecinta alam dan pendaki lainnya, yang menuntut transparansi dalam proses pencarian dan penyelamatan yang seharusnya lebih dinamis dan responsif terhadap situasi seperti ini. Masyarakat pun mulai mempertanyakan tentang SOP pencarian yang diambil oleh Balai Taman Nasional.
Diskusi Tentang Pencarian Pendaki
Kasus Firdaus yang tragis membuka perbincangan besar tentang prosedur pencarian pendaki yang hilang. Kritikan keras muncul dari berbagai kalangan, termasuk mantan ketua Komunitas Pecinta Alam Ambon, yang menyoroti bahwa operasi pencarian harusnya tidak sebentar dan berorientasi pada hasil, meski kondisi cuaca di lapangan sangat mengganggu.
Banyak pendaki yang merasa pentingnya evaluasi dari setiap proses pencarian yang dilakukan agar pengalaman serupa tidak terulang di masa mendatang. Kebangkitan sosialisasi yang lebih baik terkait keselamatan di gunung menjadi sorotan.
Pelajaran Berharga
Dari tragedi ini, ada banyak pelajaran yang bisa diambil. Saat mendaki, keselamatan harus selalu diutamakan dan komunikasi dengan rekan satu tim harus terjaga. Serta yang paling penting, kesadaran akan kondisi cuaca dan lingkungan sekitar bisa sangat menentukan. Pendaki diharapkan lebih berhati-hati dan lebih memperhatikan tanda-tanda alam yang ada.
Tragedi ini bukan hanya tentang kehilangan seorang pendaki, tetapi juga tentang bagaimana kita sebagai komunitas bisa lebih siap dalam menghadapi situasi darurat. Mengedukasi diri dan rekan-rekan pendaki mengenai hal-hal dasar soal keselamatan pendakian sangatlah krusial.