HYPEVOX – Polisi baru-baru ini menangkap Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, dengan tuduhan provokasi yang berpotensi mengarah pada tindakan anarkis. Penangkapan ini terjadi setelah serangkaian demonstrasi yang melibatkan pelajar di Jakarta.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, menjelaskan bahwa Delpedro diduga melakukan ajakan yang dapat mengganggu ketertiban umum bahkan merekrut anak-anak untuk terlibat dalam aksi tersebut.
Alasan Penangkapan Delpedro Marhaen
Menurut Kombes Pol Ade Ary, Delpedro diduga melakukan provokasi selama demonstrasi pada 25 Agustus 2025. “Saudara DMR diduga melakukan tindak pidana menghasut untuk melakukan pidana dan atau menyebarkan info elektronik yang diketahuinya membuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan dan keresahan di masyarakat,” tuturnya dalam konferensi pers.
Delpedro sudah ditetapkan sebagai tersangka dan terancam dengan beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ade Ary menambahkan, “Proses pendalaman proses lidik sudah dilakukan sejak tanggal 25 Agustus. Iya, sudah dilakukan tim gabungan dari penyelidik PMJ.”
Reaksi dari Lokataru Foundation
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Lokataru Foundation atau Delpedro mengenai penangkapan ini. Pihak Lokataru mengklaim bahwa penjemputan paksa dilakukan oleh polisi tanpa menjelaskan legalitas dokumen yang digunakan.
“Delpedro meminta untuk didampingi kuasa atau penasihat hukum karena Pasal-pasal yang dituduhkan belum dipahami sepenuhnya,” ungkap keterangan resmi Lokataru. Meskipun petugas menyatakan telah mempersiapkan dokumen administrasi, Delpedro merasa hak konstitusionalnya terbatas.
Kritik Terhadap Prosedur Penangkapan
Lokataru juga mengungkapkan kekhawatiran terkait tindakan intimidasi yang dialami Delpedro saat penangkapan. Mereka menyebutkan bahwa Delpedro dihalangi untuk berkomunikasi dengan penasihat hukum dan keluarganya.
“Hak konstitusional dan hak asasi manusia Delpedro Marhaen dibatasi, termasuk larangan menggunakan telepon untuk menghubungi pihak manapun,” jelas Lokataru. Dalam pernyataan resmi mereka, tindakan tersebut dianggap melanggar prosedur hukum dan hak asasi yang harusnya dilindungi.