Fenomena Quiet Quitting: Apa yang Terjadi di Dunia Kerja?

Share
  • 10 Juli 2025

HYPEVOX – Fenomena ‘quiet quitting’ atau ‘pengunduran diri diam-diam’ kini jadi sorotan di kalangan pekerja. Istilah ini menggambarkan sikap karyawan yang hanya melakukan pekerjaan minimum tanpa berusaha lebih untuk mencapai ekspektasi.

Saat ini, banyak orang mulai menyadari adanya pergeseran pola pikir terkait hubungan mereka dengan pekerjaan setelah masa pandemi. Hal ini membuka diskusi penting tentang batasan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.

Apa Itu Quiet Quitting?

‘Quiet quitting’ muncul untuk menggambarkan karyawan yang tidak lagi berusaha keras dalam pekerjaan. Mereka cenderung hanya memenuhi tugas dasar tanpa menambah usaha lebih.

Istilah ini bukan menggambarkan pengunduran diri secara nyata, melainkan menunjukkan sikap tidak ingin terlibat lebih jauh. Hal ini sering timbul sebagai respons terhadap tekanan kerja dan stres yang signifikan.

Karyawan kini semakin menyadari pentingnya menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadi. Mereka lebih memilih untuk tidak terjebak dalam rutinitas kerja yang melelahkan, demi kesehatan mental yang lebih baik.

Mengapa Fenomena Ini Makin Banyak?

Tekanan dari tuntutan kerja yang tinggi menjadi salah satu faktor penting meningkatnya ‘quiet quitting’. Banyak karyawan merasa terbebani oleh tanggung jawab yang melampaui kapasitas mereka tanpa imbalan yang layak.

Tidak hanya itu, ketidakpuasan terhadap manajemen dan kebijakan perusahaan juga dapat memengaruhi keputusan pekerja. Ketika seseorang merasa kurang dihargai, mereka cenderung mengambil sikap pasif dalam pekerjaan yang mereka lakukan.

Pandemi COVID-19 juga menjadi faktor signifikan. Banyak karyawan yang bekerja dari rumah mulai menyadari kebutuhan untuk menjaga kesehatan mental dan kesejahteraan pribadi, yang sering kali terabaikan dalam tuntutan performa tinggi.

Dampak dari Quiet Quitting

Dampak dari fenomena ini cukup jelas terhadap produktivitas dan kinerja perusahaan. Dengan semakin banyak karyawan yang hanya memenuhi standar minimum, perusahaan berpotensi mengalami penurunan inovasi dan efisiensi.

Fenomena ini juga menimbulkan tantangan bagi manajemen sumber daya manusia. Para pemimpin perusahaan dihadapkan pada tantangan untuk kembali membangkitkan semangat kerja dan keterlibatan karyawan di tengah suasana apatis.

Karyawan yang terjebak dalam siklus ini berisiko kehilangan peluang untuk berkembang dalam karir mereka. Ketika mereka memilih untuk tidak berusaha lebih, kesempatan promosi dan pengembangan semakin menjauh dari mereka.