Kedisiplinan Pengobatan TBC dan Dampak Resistensi Obat

Share
  • 8 Juli 2025

HYPEVOX – Pengobatan tuberkulosis (TBC) memerlukan kedisiplinan dan waktu yang cukup panjang untuk memastikan kesembuhan pasien. Namun, banyak pasien yang cenderung menghentikan obat sebelum waktu yang ditentukan, yang berpotensi menimbulkan masalah serius.

Laporan menunjukkan bahwa penghentian minum obat TBC dapat menyebabkan resistensi obat, membuatnya semakin sulit untuk diobati dan membuka risiko penularan yang lebih besar di masyarakat.

Proses dan Lama Pengobatan TBC

Pengobatan untuk tuberkulosis pada umumnya berlangsung selama enam bulan, dan dapat lebih lama untuk kasus yang lebih berat hingga 12 atau 24 bulan. Seringkali, pasien yang merasakan perbaikan setelah sebulan penggunaan obat cenderung menghentikannya, padahal bakteri penyebabnya mungkin belum sepenuhnya mati.

Menurut TB Indonesia, ketidakpatuhan dalam menjalani pengobatan dapat menyebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis menjadi kebal terhadap obat yang diberikan. Ini bukan hanya membuat proses pengobatan menjadi lebih mahal, tetapi juga mengurangi kemungkinan kesembuhan pasien.

Lebih dari itu, resistensi obat TBC tidak hanya berakibat fatal bagi individu, tetapi juga memperbesar peluang penularan penyakit dalam komunitas. Dengan demikian, pengobatan yang tidak tuntas memiliki dampak luas terhadap upaya pengendalian TBC secara keseluruhan.

Dampak Resistensi Obat TBC

Penyakit TBC kebal obat, atau drug-resistant TB, menjadi tantangan besar dalam penanganan penyakit ini. Pasien yang berhadapan dengan kondisi ini harus melalui pengobatan yang lebih panjang dan lebih rumit, dengan risiko efek samping yang lebih berat dan kemungkinan sembuh yang semakin kecil.

Organisasi dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat menjelaskan bahwa jika pengobatan TBC tidak dijalani sesuai prosedur, bakteri penyebabnya dapat bermutasi. ‘Mycobacterium tuberculosis memiliki kemampuan untuk belajar dan beradaptasi terhadap pengobatan yang tidak konsumsi secara lengkap,’ ungkap mereka.

Hal ini berpotensi membuat pengobatan untuk pasien yang sebelumnya mungkin tampak mudah menjadi semakin rumit. Kasus resistensi ini membuka jalan bagi lebih banyak penularan, dan mengaburkan harapan untuk mengendalikan penyakit di masyarakat.

Pentingnya Disiplin dalam Pengobatan

Mengatasi masalah resistensi obat memerlukan ketaatan dalam menjalani pengobatan. Vaksin BCG yang diberikan di usia dini memang memberikan perlindungan, tetapi kontak erat dengan pasien aktif tetap membutuhkan pengobatan pencegahan meskipun pasien tidak menunjukkan gejala.

Pengawasan dari pengawas menelan obat (PMO) secara signifikan meningkatkan kepatuhan pasien. Penelitian tahun 2004 oleh Wright et al menyatakan bahwa pasien yang didampingi oleh PMO memiliki tingkat keberhasilan pengobatan yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak.

‘Kementerian Kesehatan menggarisbawahi pentingnya prinsip 3T (tepat waktu, tepat cara, dan tepat dosis) dalam pengobatan TBC,’ ungkap pihak kementerian. Obat harus diminum secara disiplin mengikuti jadwal dan dosis yang telah ditentukan untuk memastikan kesembuhan.